Why Me?
Sering kali kita berkata gitu kalo lagi ditimpa masalah,,
Kita sering berusaha "mendebat" takdir,,
"Apa salah saya?"
"Kenapa saya?"
Lalu kemarin, dalam sebuah tayangan sahur, ada seseorang (sayangnya saya lupa namanya) yang membahas tentang hal ini. Orang itu bukanlah seorang ustad atau ulama, namun sepertinya orang yang punya "nama" di negeri ini, entah pengusaha atau apa, saya tidak begitu mengerti.. Tapi penjelasannya tentang kecenderungan kita untuk mengeluh "Why Me?" sangat masuk akal dan sepertinya berasal dari pengalaman pribadi..
Kira-kira seperti ini perkataannya :
"Kita sering bertanya "Why Me?" setiap kali ada bencana menimpa kita. Sebetulnya ada 2 kesalahan besar jika kita mengatakan itu.
Pertama, dalam hati kecil kita,, kita berpikir, kalau orang lain yang mendapatkan masalah ini, kita berpikir "Untung bukan saya", kita berkata "Sukur bukan saya",, Itu kesalahan pertama..
Kedua, kita selalu berkata itu saat hanya mendapat masalah. Kita jarang sekali berpikir "Why Me" saat kita mendapat nikmat. Kita yang sehat, kita yang punya banyak teman, kita yang punya keluarga,, jarang sekali kita berpikir;
"Kenapa saya mendapat semua ini?"
"Kebaikan apa yang saya perbuat sampai saya berhak mendapat nikmat ini?"
"
.
.
.
Lalu, saya teringat sebuah sesi dalam acara talkshow Oprah. Diceritakan seorang wanita yang kehilangan suami dan anaknya (kira2 berumur 2 tahun) dalam sebuah kecelakaan pesawat. Ia dan suaminya adalah long-time sweetheart, sudah berpasangan dari sejak masih di bangku sekolah dan akhirnya menikah. Lalu mereka punya anak lelaki yang tentunya sangat mereka cintai.
Suatu waktu, mereka naik sebuah pesawat kecil yang di-piloti oleh temannya. Tapi pada pesawat itu terjadi kesalahan mesin, dan mereka jatuh di daerah pegunungan, in the middle of nowhere.. Saat2 itu, si wanita melihat sendiri anaknya yang tidak berhasil diselamatkan, dan suaminya yang meninggal dalam helikopter dlm perjalanan ke rumah sakit setelah mengucap kalimat terakhir padanya "I Love You". Sang pilot sendiri selamat.
Oke, long story short, setelah wanita itu selamat, ia terus menyesal, dan mendebat takdirnya. Ia, seperti mungkin kebanyakan orang, menjadi frustasi, dan bahkan bertanya2 kenapa dia tidak mati saja saat itu, karena menurutnya saat itu, hidup tanpa suami dan anaknya tidak lebih baik dari mati.
Setelah bertahun-tahun hidup dalam penyesalan, dia akhirnya sampai pada satu titik balik dimana ia akhirnya menerima jalan hidupnya. Ia akhirnya menerima takdirnya dan berusaha menjalani hidupnya lagi, try to move on. Ia sampai pada satu titik dimana ia sadar kegiatannya selama ini tidak membantu. Dia akhirnya sadar, berusaha untuk merubah takdir yang telah terjadi, tidak akan berhasil..
Dia juga sering sekali bertanya "Why Me?" saat itu, sampai pada satu saat ia sadar, "Why NOT me?" ..
Apa yang orang lain lakukan sampai dia berhak diberi cobaan seberat ini?
Dan kebaikan luar biasa apa yang telah ia lakukan sampai ia tidak boleh menerima cobaan seperti ini?
Seberapa suci ia sampai Tuhan tidak boleh mengujinya?
Tuhan telah memberinya jalan hidup seperti itu, dan pastinya Tuhan tahu dia mampu menjalaninya..
yah,, itu dia, mungkin lain kali saat kita ditimpa masalah,
kita bisa mengurangi pikiran tentang diri sendiri,
tidak lagi bertanya "Why Me?"
tapi mungkin lebih baik bertanya "Why not me?"
-Setuju?-
No comments:
Post a Comment