Sunday, November 18, 2007

rumus2 kehidupan

setelah membaca sebuah artikel (yang kalau tidak salah ditulis oleh Jalalludin Rahmat *maaf kalau salah) di majalah Noor edisi terbaru (yang gambar depannya Irvan Hakim & istri), saya mendapatkan sebuah rumus yang saya kira dapat berguna untuk hidup kita,

gak susah2 kok, rumus ini untuk ngingetin kita aja.
saya namakan rumus menghitung tingkat kepuasan dalam hidup kita:

Tingkat kepuasan = ((apa yang kita dapat) * kemampuan kita ) / keinginan kita

he, saya rombak sedikit dari rumus menghitung tingkat stress yang ada di artikel tersebut.

Dari rumus tersebut dapat dilihat bahwa tingkat kepuasan dalam hidup kita tergantung pada 3 variable yang dapat dibagi menjadi 2 variable bebas (kita yang menentukan) dan 1 variabel terikat (kita tidak bisa menentukan nilainya dengan pasti). Rumus yang aneh bukan? :)

seperti yang sudah dapat diduga, 2 variabel bebasnya adalah kemampuan dan keinginan kita. Mengapa disebut variabel bebas ? karena 2 hal itu kita bisa atur. Kita yang tahu seberapa besar kemampuan kita, dan kita pula yang menentukan keinginan2 kita.

Variable terikatnya adalah apa yang kita dapat. Variabel yang satu ini sebagian besar ditentukan oleh faktor diluar diri kita, seperti Tuhan (tentunya,,), kebijakan pemerintah, keadaan lingkungan, dan lain2..

Bagaimana agar kita dapat meningkatkan tingkat kepuasan kita? Yang dapat kita lakukan adalah merubah2 variable2 bebas yang ada dalam rumus diatas. Tingkat kepuasan berbanding lurus dengan kemampuan dan berbanding terbalik dengan keinginan. Jadi, jika ingin hidup puas, lega, bahagia, tingkatkanlah kemampuan kita, dan jika tidak bisa, kurangi keinginan kita. Usahakan agar seimbang, agar hidup kita juga seimbang. Jika Anda ingin bereksperimen dengan tingkat kepuasan Anda, silahkan mencoba2 berbagai perbandingan nilai yang dapat terjadi diantara 2 variable ini, keep me informed with the result ya.. :D

Oya, sebagai sedikit tambahan tingkat kepuasan ini berbanding terbalik dengan tingkat stress. Jika Anda penganut teori "the glass is half empty";
Anda dapat menggunakan rumus ini :

Tingkat stress = keinginan / ((yang didapat) * kemampuan)

cara memanipulasi rumus kurang lebih sama dengan penjelasan diatas, hanya variable dan hasilnya berkebalikan.

Kebanyakan orang memiliki tingkat stress yang tinggi melihat tingkat kepuasan orang lain yang tinggi. Ini harus dihindari. Rumus ini sama sekali tidak untuk menurunkan tingkat kepuasan orang lain. Ini tentang diri sendiri. jadi salah satu cara untuk menghindari stress adalah dengan memperbesar tingkat kepuasan Anda. Dengan begitu, Anda otomatis mengurangi tingkat stress Anda. Karena Anda ingat? tingkat kepuasan berbanding terbalik dengan tingkat stress.

Jadi itulah rumus2 kehidupan yang menurut saya cukup akurat. Jika ada kekurangan mohon diberitahu, agar tulisan ini tidak jadi menyesatkan. Ada komplain, saran, usul? Silahkan hubungi saya dialamat dibawah ini..........

...... (di bagian comment maksudnya, he..)


-Haaah,FinnalyFree!(ForAWhile)-

Friday, November 02, 2007

Why can't i look into those eyes?

ehm.. kan gini ya,,
sesuai kebiasaan yang diajarkan,
kalau lagi ngomong sama orang,
atau kalau ada orang yang lagi ngomong,
gw biasa menatap/memandang matanya,
atau at least mukanya..

tapi untuk orang satu ini ya..
kok gw ga tahan lama2 ngliat matanya ya?
kayak di magnet di matanya yang berlawanan sama magnet di mata gw..

gw ga pernah kayak gini sama orang yang bisa dibilang "sebaya",
bukan guru, atau seseorang yang lebih tua, atau gw anggap "lebih"-lah

engga,, ini orang (yang sampai saat ini, walau dalam tanda tanya) gw anggap "biasa", yah,, "sederajat" lah sama gw (n_n)

hmm..
ada apa ya?
apapun itu, gw harap itu hal baik..

-hihi..-

Saturday, October 13, 2007

Kamu tahu gak rasanya..?

Kamu tahu gak rasanya,,

disaat kamu bisa,
kamu tahu,
dan kamu percaya,
kalau kamu akan;


dikenal tanpa harus memperkenalkan diri,


didengar tanpa harus berteriak,


diberi tanpa harus meminta,


dimengerti tanpa harus menjelaskan,


dibantu tanpa harus kesulitan,


diakui tanpa harus membuktikan,


dan disukai karena adanya...




rasanya.....



sangat menyenangkan... ^_^


-Alhamdulillahirobbilaalamiin-

Friday, October 12, 2007

Kesempatan saling memaafkan

1 Syawal 1428 H

Alhamdulillah,, akhirnya kita tiba pada suatu kesempatan,
saat semua dosa dan kesalahan dimaklumkan,
saat kata maaf tersebar luas dan bebas diucapkan,
tanpa terikat ego yang biasanya mengalahkan,

saat semuanya saling mengingatkan
untuk sama-sama merayakan kemenangan,

dan semua mengharapkan
kembali bersih dan suci seperti bayi yang baru dilahirkan.

pada saat ini saya mohon diizinkan,
untuk ikut serta dalam parade maaf-memaafkan,

mohon dimaklumi segala salah kata maupun lisan,
baik yang tersimpan dalam hati maupun yang terungkapkan,
baik yang terucap langsung maupun yang berkaitan,
baik yang disengaja maupun karena ketidaksengajaan,
yah, manusia tak luput dari kesalahan..

semoga ini menambah kemungkinan,
untuk kita menjadi penghuni surga yang telah dijanjikan.

amin..

Taqabalallahu minna wa mingkum,
Minal Aidin Wal Faidzin,
Mohon Maaf Lahir dan Batin..

Selamat Idul Fitri 1428 H !

-Maafkan...-

Wednesday, October 03, 2007

Why (not) me ?

Why Me?

Sering kali kita berkata gitu kalo lagi ditimpa masalah,,
Kita sering berusaha "mendebat" takdir,,

"Apa salah saya?"
"Kenapa saya?"

Lalu kemarin, dalam sebuah tayangan sahur, ada seseorang (sayangnya saya lupa namanya) yang membahas tentang hal ini. Orang itu bukanlah seorang ustad atau ulama, namun sepertinya orang yang punya "nama" di negeri ini, entah pengusaha atau apa, saya tidak begitu mengerti.. Tapi penjelasannya tentang kecenderungan kita untuk mengeluh "Why Me?" sangat masuk akal dan sepertinya berasal dari pengalaman pribadi..

Kira-kira seperti ini perkataannya :

"Kita sering bertanya "Why Me?" setiap kali ada bencana menimpa kita. Sebetulnya ada 2 kesalahan besar jika kita mengatakan itu.

Pertama, dalam hati kecil kita,, kita berpikir, kalau orang lain yang mendapatkan masalah ini, kita berpikir "Untung bukan saya", kita berkata "Sukur bukan saya",, Itu kesalahan pertama..

Kedua, kita selalu berkata itu saat hanya mendapat masalah. Kita jarang sekali berpikir "Why Me" saat kita mendapat nikmat. Kita yang sehat, kita yang punya banyak teman, kita yang punya keluarga,, jarang sekali kita berpikir;

"Kenapa saya mendapat semua ini?"
"Kebaikan apa yang saya perbuat sampai saya berhak mendapat nikmat ini?"

"
.
.
.


Lalu, saya teringat sebuah sesi dalam acara talkshow Oprah. Diceritakan seorang wanita yang kehilangan suami dan anaknya (kira2 berumur 2 tahun) dalam sebuah kecelakaan pesawat. Ia dan suaminya adalah long-time sweetheart, sudah berpasangan dari sejak masih di bangku sekolah dan akhirnya menikah. Lalu mereka punya anak lelaki yang tentunya sangat mereka cintai.

Suatu waktu, mereka naik sebuah pesawat kecil yang di-piloti oleh temannya. Tapi pada pesawat itu terjadi kesalahan mesin, dan mereka jatuh di daerah pegunungan, in the middle of nowhere.. Saat2 itu, si wanita melihat sendiri anaknya yang tidak berhasil diselamatkan, dan suaminya yang meninggal dalam helikopter dlm perjalanan ke rumah sakit setelah mengucap kalimat terakhir padanya "I Love You". Sang pilot sendiri selamat.

Oke, long story short, setelah wanita itu selamat, ia terus menyesal, dan mendebat takdirnya. Ia, seperti mungkin kebanyakan orang, menjadi frustasi, dan bahkan bertanya2 kenapa dia tidak mati saja saat itu, karena menurutnya saat itu, hidup tanpa suami dan anaknya tidak lebih baik dari mati.

Setelah bertahun-tahun hidup dalam penyesalan, dia akhirnya sampai pada satu titik balik dimana ia akhirnya menerima jalan hidupnya. Ia akhirnya menerima takdirnya dan berusaha menjalani hidupnya lagi, try to move on. Ia sampai pada satu titik dimana ia sadar kegiatannya selama ini tidak membantu. Dia akhirnya sadar, berusaha untuk merubah takdir yang telah terjadi, tidak akan berhasil..

Dia juga sering sekali bertanya "Why Me?" saat itu, sampai pada satu saat ia sadar, "Why NOT me?" ..
Apa yang orang lain lakukan sampai dia berhak diberi cobaan seberat ini?
Dan kebaikan luar biasa apa yang telah ia lakukan sampai ia tidak boleh menerima cobaan seperti ini?
Seberapa suci ia sampai Tuhan tidak boleh mengujinya?
Tuhan telah memberinya jalan hidup seperti itu, dan pastinya Tuhan tahu dia mampu menjalaninya..




yah,, itu dia, mungkin lain kali saat kita ditimpa masalah,
kita bisa mengurangi pikiran tentang diri sendiri,
tidak lagi bertanya "Why Me?"
tapi mungkin lebih baik bertanya "Why not me?"

-Setuju?-